Jumat, 24 Februari 2012

Ramadhan Oh Ramadhan

tulisan ini pernah dimuat di http://its.ac.id/berita.php?nomer=8862

Dalam salah satu harian surat kabar nasional beberapa waktu lalu.  Pak Nuh, sapaan Menteri Pendidikan Nasional Indonesia, Prof Dr Ir Mumahad Nuh DEA, mengatakan bahwa Ramadhan adalah kampus kehidupan. Layaknya kampus, pasti ada dosen, mahasiswa dan mata kuliah.

Lalu yang menjadi dosen dan mahasiswa siapa? serta apa mata kuliahnya? Dalam penjelasan singkatnya, putra pemilik salah satu Pondok Pesantren di daerah Surabaya Selatan ini menyebutkan,  kita sendirilah yang menjadi dosen dan kita sendirilah yang menjadi mahasiswa.

Lalu apa mata kuliahnya, Pak Nuh menuliskan yang menjadi mata kuliah adalah semua hal yang dapat menata hati dan akhlak kita, sehingga menjadi pribadi yang santun dan teladan.

Menurut saya, ada beberapa pesan tersirat dalam tulisan singkat beliau. Pertama, kita diajak menerapkan prinsip take dan give . Sebagai dosen, kita akan memberi ilmu dan sebagai mahasiswa kita akan menerima ilmu. Namun dalam tulisannya tersebut, kita diminta menjadi dosen sekaligus mahasiswa dalam kampus kehidupan ini. Artinya, kita tidak hanya diajak untuk memberi atau menerima saja, namun kita diajak melakukan dua hal sekaligus. Ada saatnya memberi dan ada kalanya juga menerima.

Kedua, kita diajak bersama-sama untuk menanggalkan semua ''baju''. Penafsiran pribadi saya, kita diminta untuk melihat sesuatu dari sisi berbeda, dan untuk konteks kali ini saya menangkap bahwa kita diajak menerima (dalam hal ini ilmu dan nasehat) tidak melihat dari siapa yang memberi atau mengatakan, namun lebih melihat dari sisi isinya. Beliau menegaskan, tidak selamanya dosen benar dan tidak selamanya mahasiswa juga salah. Namun siapapun yang benar, kita harus menerima dengan lapang dada.

Ketiga, kita diajak untuk lebih banyak mendengar dan mengevaluasi dalam bulan ramadhan ini. Lebih banyak mendengar artinya kita diajak berusaha menghormati semua orang tanpa pandang bulu, mendengarkan dengan seksama dan antusias dengan siapapun lawan bicara kita. Dan untuk evalusi diri, saya menangkap setelah memberi, menerima, mendengar atau melakukan aktivitas lainnya. Kita diajak evalusi apakah kita melakukannya hanya karena Allah SWT atau ada niat lain yang hanya kita dan Allah
SWT yang tahu.

Sebenarnya, saya kurang sepakat dengan penggunaan kata kampus dalam  ramadhan sebagai kampus kehidupan yang dipakai Pak Nuh pada tulisannya. Saya menganggap lebih cocok, menggunakan istilah  Ramadhan sebagai kursus untuk kehidupan. Kenapa? bulan Ramadhan hanya salah satu bulan dari 12 bulan Hijriah maupun Masehi dalam satu tahun hitungan skala waktu.

Ramadhan biasanya menjadi sarana men-charge iman dan amal umat muslim, mungkin karena berkah bulan Ramadhan atau hidayah Allah SWT ke hamba-hambaNya. Ketika bulan Ramadhan semua orang tiba-tiba mendadak alim. Yang biasanya tidak pernah sholat di masjid, bulan ramadhan sholat di masjid. Yang biasanya mengeluarkan Rp 1000 saja untuk shodaqoh beratnya bukan main, namun ketika ramadhan Rp 100 ribu menjadi lebih enteng.

Ketika ramadhan dibuat bulan kursus dan bulan selanjutnya diibaratkan bulan praktek.  Maka kesenjangan amal dan ibadah antara bulan ramadhan tidak akan terlalu jauh. Dan menurut saya, hal pertama yang harus kita lakukan adalah mengubah persepsi kita. Bulan Ramadhan adalah bulan latihan, dan bulan-bulan selanjutya adalah bulan perlombaan.

Insya Allah, kalau presepsi dan mindset kita sudah tertanamankan bahwa bulan Ramadhan hanya bulan latihan atau kursus dan bulan selanjutnya adalah perlombaannya, maka keistiqomahan pasca Ramadhan bukan hanya di ujung lidah saja.

Wallahu'alam.

"Ramadhan oh Ramadhan... Belum tentu lho, tahun depan kita ketemu  lagi"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar